Sabtu, 05 Agustus 2017

Bab 5 - Klapetart

Klapetart





            Semenjak putus sama Feby, dua tahun yang lalu, Gue tidak pernah deket sama cewek. Gue ngerasa nyaman dengan kejombloan seperti sekarang ini. Meski pun hampir semua temen, baik itu yang di kostan atau yang di kampus pada punya pacar. Gak tau kenapa, gak ada sedikit pun perasaan pengen nyari gebetan. Temen-temen dekat ada yang ngeledek, ada yang nyaranin supaya cepet-cepet nyari pacar. Tapi semuanya Gue tanggepin dengan santai, Gue anggep angin lalu.
            Tapi semenjak perkenalan dengan Nadia dua hari yang lalu, perasaan sedikit tergugah untuk mencoba kembali deket sama cewek. Targetnya tentu Nadia, dia yang menggugah hasrat untuk deket sama cewek, dia juga yang harus bertanggung jawab jadi gebetan. Lagian apa salahnya maen ke Nadia yang kostannya Cuma kehalangin dua bangunan.
            Malam Rabu, meski gak terlalu yakin, Gue berencana untuk berkunjung ke kostannnya Nadia. Tapi begitu hendak berangkat, tiba-tiba perasaan jadi kacau gak karuan. Gue jadi salah tingkah, bolak-balik dari ujung koridor yang satu ke ujung koridor yang lainya, dari lantai satu ke lantai dua. Dengan ekspresi kudanil pecah ketuban (kalau ada yang liat pasti gemes-gemes pengen nonjok gimana?), akhirnya Gue memutuskan untuk ngajak Eka, karena kalu ngajak si Nunu, bukan sukses yang didapat, yang ada malu-maluin. Nunu pasti ngegasak habis makanan yang disuguhin dan Gue yakin dia bakal minta nambah. Karena Eka lagi gak ada kerjaan, dia bersedia nemenin gue. Tapi sebelumnya Gue kasih pengarahan dulu.

“Ka, rencananya gini, ntar lu bantu Gue ngomong sama dia. Pokoknya bikin jadi lebih cair. Kalau Gue ama Nadia udah lancar, lu cepet-cepet cabut, bilang ada apa ke. Gimana?”
“Oh Nadia jualan es balok ya?”
“Tak….” Gue jitak kepalanya
“Situasinya…!!! Bukan es-nya…!!!”
“Ok.. ok.. Gue ngerti” kata Eka.

            Begitu sampai di depan pintunya, Gue langsung ketok, tapi Eka langsung marah.

“Pintunya yang diketok bukan pala Gue”
“Ups… sorry, sorry nervous Gue”

            Setelah diketok, akhirnya pintu ada yang ngebuain, dia Astri temenya Nadia.

“Hai Tri… Nadianya ada?” kata Gue.
“Oh Nadia, tunggu bentar ya” kata Astri sambil masuk ke dalem.

            Tidak lama kemudian Nadia keluar, dengan menggunakan piyama pink. Gue makin grogi liat dia yang lucu banget kaya aromanis, jadi pengen ngejilatin gimana, gitu. Apa lagi rambutnya diikat ekor kuda, nambah lucu.

“Oh Aa, silahkan masuk A” kata dia sambil mempersilakan masuk.
“Terima Kasih” kata Gue sama Eka.
“Silakan duduk”
“Terima kasih”
“Bentar ya, Nadia ambilin dulu minum”
“Terima kasih”

            Ternyata Nadia bukan ngekost kaya mahasiswa pada umumnya. Dia nyewa sebuah rumah, bersama dengan keempat temannya. Rumahnya cukup luas dengan desainnya yang ok pula. Rumah ini terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, lima kamar tidur, dapur, kamar mandi dan sebuah jemuran di lantai dua. Sekarang gue duduk di sofa, di ruang tamu. Suasannya temaram, karena lampu yang dinyalakan hanya lampu dinding. Terlihat sekali kalau rumah ini sangat terawat.

“Ayo silahkan diminum” kata Nadia sambil naruh berisi aer putih sama cemilan di atas meja.
“Wah pake disuguhin makanan segala, jadi ngerepotin” Gue basa-basi yang bener-bener basi.
“Engga ngerepotin ko, lumayan lah alakadarnya”


HENING

“Tinggal sama temenya ya?” pertanyaan bodoh, kalau tadi yang ngebukain pintu temenya, ya kemungkinan besar dia tinggal sama temenya.
“Iya”


HENING

“Berapa orang?”
“Nadia sama empat orang, jadi semuanya berlima.”
“Oh…”

KEMBALI HENING

“Tinggal sama temenya ya?”
“kan tadi udah ditanyain” sambil senyum
“oh iya...”

HENING LAGI

“Ih kerupuknya lucu ya, warna-warni” kata Nunu sambil nunjuk kerupuk yang ada dalam toples. Mungkin maksud Nunu, gue pengen tu kerupuk.
“Iya itu kerupuk melati, Nadia suka banget sama kerupuk melati, bentuknya lucu, kecil-kecil kaya melati, warnanya juga lucu.”
“Bikin sendiri?”  Gue nanya.
“Ah.. enggak, dapet beli. Mana mungkin Nadia bisa bikin gituan”
“Pasti beli mentah terus digoreng sendiri”
“Enggak, beli jadi di supermarket.”

            Berkat kerupuk melati, yang sebenernya bukan kerupuk tapi snack, suasana jadi lebih cair (es kali cair). Gue jadi lebih santai, gak nervous lagi. Pembicaraan mulai melebar ke hal-hal yang lainya. Selain lucu Nadia juga ternyat asyik diajak ngobrol. Orangnya nyantai, ramah, antusias dan suka humor. Naluri PDKT Gue yang telah lama mati berangsur bangkit dan kembali  bergelora.
            Tapi ada satu yang terlupakan oleh Eka, dia gak nyadar kalau suasana udah oke, dia harus cabut. Eka ikut berbaur dalam obrolan, tapi matanya tetep fokus pada makanan yang ada di meja. Lama kelamaan Gue mulai gerah, dan mencoba untuk ngasih tau Eka supaya cepet-cepet pergi. Gue sikut sambil sedikit mengerak-gerakan mata mata ke arah pintu yang ada di samping Eka. Celakanya Eka salah nangkep isyarat Gue. Dia melakuakan gerak tubuh yang bermakna “APA?” Gue gerak-gerakin lagi mata ke arah pintu, tapi karena posisi Gue di samping Eka, membuat gerakan mata Gue mentok di meja. Dengan bingung Eka menunjuk makanan yang ada di meja.

“Krupuk?”
Gue geleng-geleng kepala
“Permen?”
Gue geleng-geleng kepala
“Bolu?”
Geleng-geleng kepala
“Nastar?”
Geleng-geleng badan
“Cheese stick?”
Gue guling-guling di lantai


            Gue berhenti ngasih kode, karena Gue yakin hasilnya akan lebih parah. Lama-lama dia bakal nawarin kulkas yang ada di ruang tengah, kemudian TV, lukisan, mungkin juga kesed. Semua kembali larut dalam obrolan yang hangat, tapi gue tetep gedek ama Eka. Gue pun ngambil HP, lalu ngetik pesan.

             Eka yang lagi sibuk nyobain semua makanan ngeluarin HPnya. Setelah dia baca lalu senyam-senyum ganjen ama Gue, kayak onta lagi kawin. Eka pun pamit sama Nadia, katanya ada temenya datang ke kostan. Ketika Eka beranjak pergi, dia masih sempet-sempetnya nyomot bolu.
            Ngobrol berdua tanpa Eka ternyata lebih menyenangkan. Gue sama Nadia larut dalam obrolan yang gak karuan, ke sana - ke mari. Dari sana Gue tahu banyak tentang Nadia. Gadis cantik yang ada di hadapan Gue ini, ternyata orang Bandung Timur. Dia ngekost di sekitar kampus karena kalau bolak-balik dari rumahnya ke kampus cukup merepotkan. Bayangin, bolak aja diperlukan waktu sekitar dua jam lebih, apalagi kalu ditambah balik, sehingga dia memutuskan untuk ngekost.
            Nadia merupakan anak cikal dari tiga bersaudara. Tidak heran memang, karena sikapnya dewasa, dia juga anggun. Adik pertamanya perempuan, kelas 2 SMP dan adik bungsunya yang juga perempuan baru duduk di kelas 2 SD.
            Ngambil jurusan ekonomi memang sejak awal dia menyukai dan menginginkan untuk kuliah di jurusan Ekonomi. Tapi yang paling berkesan dari pertemuan ini, selain dia ramah dan lucu, giginya itu indah sekali, lebih indah dari sebuah mahakarya yang pernah dibuat oleh umat manusia. Giginya itu, kecil-kecil berbaris dengan rapi mirip bulir jagung manis. Antar gigi yang satu dengan gigi yang lainya tampak saling melengkapi, sempurna sekali. Warnanya putih bersih, laksana susu murni, tapi lebih bening, bercahaya. Dan tahukah kamu teman, tiap kali dia tersenyum, waktu berjalan lambat, slow motion, indah, indah sekali. Tiap dia tersenyum, jantung Gue berdegup kencang. Oh damn..!!!! kenapa dia mesti punya gigi seindah itu.  Gue yakin suatu saat nanti, dia bakal jadi bintang iklan produk pasta gigi. Dan produk pasta gigi yang dia bintangi, penjualannya akan laku keras.
            Bandingkan dengan gigi Gue yang besar-besar, posisinya saling berdesakan, kagak ada lucu-lucunya. Kalu tersenyum lebih mirip kuda bersin. Gue berkhayal sejenak dengan takdir gigi Gue. Gue ditawarin oleh agen iklan untuk menjadi bintang iklan produk pembersih gigi. Nama produknya adalah “Aboe Gosok Tjap Njonja Njengir”. Dalam iklan diceritakan, gue datang naik kuda dengan stelan cowboy, menuju kota tua di daerah Las Vegas. Lalu Gue turun dari kuda sambil melihat-lihat ke sekitar. Dari arah berlawanan datang seorang pria berbadan kekar, kepalanya botak, kumisnya kaya Pak Raden. Semua penduduk langsung berlarian, ada yang sembunyi di dalam tong kayu, ada yang masuk ke bar, ke barber shop, ke restoran dan ke motel. Di balik persembunyainnya mereka mengintip apa yang akan terjadi.  Suasana berubah jadi lebih tegang, dengan back song lagu country. Cklek… cklek… cklek… bunyi besi dari boot pria kekar tersebut mengiringi tiap langkahnya. Tiap langkahnya perlahan tapi pasti, membuat suasana menjadi semakin tegang. Gue pun berjalan pelan tapi mantap ke arah pria tersebut. Ketika jarak yang memisahkan sekitar 5 langkah, dia berhenti begitu pun dengan Gue. Kedua tangan gue dan tangan dia ngangkang di samping pinggang masing-masing. Gue sama pria asing itu siap-siap terlibat dalam sebuah pertarungan.
             Tik… tik… tik… hanya bunyi detik jarum jam di tower kayu, yang sesekali diselingi oleh bunyi angin yang berhembus. Panas terik di tengah hari bercampur dengan ketegangan membuat badan dan muka Gue berkeringat, mengisyaratkan kerasnya kehidupan di Las Vegas. Begitu jarum jam menunjukan pukul 12 tepat, bel berbunyi dengan nyaring. Bertepatan dengan bunyi bel, pria tersebut kekar tersebut langsung mengaum lalu nyengir memamerkan giginya, pada waktu yang bersamaan gue juga nyengir, dengan menggunakan gerakan serigala melolong di malam bulan purnama. Terlihat gigi Gue putih bersih, dan berkilau terkena cahaya matahari. Sementara gigi pria tersebut berwarna kusam dan kuning. Pria kekar kemudian membalikan badan dan berlari sambil menangis, karena giginya kalah bersih sama Gue. Gue lalu nyabut abu gosok pembersih gigi Tjap Njonja Njengir. Warga kota semuanya bersorak dan keluar dari persembunyiannya. Semuanya riang gembira karena gue telah berhasil mengusir pria kekar yang selama ini menggangu kota. Pria yang ditakuti itu ternyata The Yellow Teeth, penjahat no 1 di Las Vegas.

  ***
“Silahkan A, dimakan cemilannya” kata Nadia mempersilahkan lagi, karena dari tadi Eka lah yang lebih agresif menghajar cemilan.
“Kayaknya bolunya enak, bikin sendiri?” kata Gue sambil ngambil bolu.
“Iya, kebetulan kemaren abis pulang, gak enak ya?”
“Engga ko, enak banget. Udah cantik pintar masak pula
“Ah si Aa, bisa aja”

            Sejak kunjungan itu, Gue jadi sering main ke Nadia. Mulanya seminggu sekali, kemudian semakin intens menjadi seminggu dua kali, lalu menjadi empat kali seminggu. Berkat intensitas ketemuan yang tinggi, hubungan yang terjalin pun menjadi semakin erat. Nadia kini menjadi semakin terbuka, tidak lagi menganggap Gue sebagai orang asing.
            Pada suatu malem, seperti biasanya Gue, Topeng dan Eka nyari makan. Ketika keluar kostan secara spontan terlintas di pikiran untuk ngajak Nadia makan.

“Brow, tunggu bentar ya, gue ngajak Nadia dulu”
“Alah… kayak dianya bakal mau aja” kata Topeng
“Udah cepet sana, kita tunggu di sini” kata Eka

            Gue pun berjalan menghampiri kostan Nadia. Lalu ngetok pintu rumahnya. Tidak lama kemudian Nadia datang ngebukain pintu.

“Eh Aa, masuk A”
“A ke sini mau ngajak Nadia makan, gimana? mau gak?”
“Makan di mana?”
“Ya di sekitar Ledeng”
“Oh… kalau gitu tunggu bentar ya, Nadia ganti baju dulu”
“Ok, jangan lama ya”

            Nadia hanya senyum, lalu masuk ke dalam, tak lama berselang Nadia pun keluar dengan menggunakan rok panjang model Cinderela dan T-Shirt putih yang dibalut cardigan merah tua.

“Ayo A”

            Gue pun berjalan sama Nadia ke depan kostan Pelangi, tempat Eka sama Topeng nunggu. 
    
     I think I’m fall in love


Baca juga :

#wahid m

         Update dilakukan satu bulan sekali, yaitu setiap tanggal 5 pukul 21.00 wib. Kenapa tanggal 5? karena               tanggal 5 merupakan tanggal keramat (gue gajiannya tanggal 5 guys he.. he... jadi pas lagi posting, hati lagi     seneng)